BSA: 59 % Pengguna Komputer di Indonesia adalah Pembajak

Sekitar 3 dari 5 (59%) pengguna komputer di Indonesia menggunakan software bajakan. Demikian menurut hasil penelitian Global Software Piracy Study yang diselenggarakan oleh Business Software Alliance (BSA), sebuah badan beranggotakan beberapa perusahaan teknologi besar seperti Apple, Microsoft, Symantec dan Apple yang mendukung perlindungan terhadap hak cipta.

Dari 59 % pengguna komputer tersebut, sebagian diantaranya selalu atau sering menggunakan software bajakan, sedangkan yang lain hanya menggunakannnya pada saat-saat tertentu atau pada sesekali saja. Rata-rata pada tahun 2011, tingkat pembajakan software di Indonesia mencapai 86 %. Artinya, hampir 9 dari 10 software yang di-install oleh pengguna komputer di Indonesia adalah software bajakan. Total nilai kerugian akibat pembajakan ini mencapai 12,8 trilliun Rupiah.

Tingkat pembajak di Indonesia, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pembajak di Asia Pasifik dimana sekitar 63 persen pengguna komputer di kawasan tersebut menggunakan software bajakan. Di seluruh dunia, angka rata-ratanya adalah 57 % dengan total kerugian mencapai 63,4 milliar Dollar Amerika. Sedangkan tingkat pembajakan software dunia adalah 42%.

Untuk melakukan penelitian ini, BSA bersama dengan IDC and Ipsos Public Affairs, mensurvei sekitar 15.000 pengguna komputer di 33 negara, dalam rentang waktu Januari sampai Februari 2012.

Roland Chan, direktur senior marketing BSA untuk Asia Pasifik, dalam sebuah artikel di ZDNet Asia mengatakan, penyebab tingginya angka pembajakan di negara berkembang adalah kurangnya kesadaran para pengguna komputer di negara-negara ini. Padahal, akibat dari pembajakan software, menurut Chan, tidak hanya berpengaruh ke ekosistem dan sektor TI, tetapi juga merugikan kompetisi lokal dan regional serta menambah pengangguran.

Chan berpendapat adanya aturan ketat untuk menghukum pembajak, bukanlah solusi untuk mengatasi pembajakan. Aturan ketat seperti Stop Online Piracy Act (SOPA), seperti yang hampir diterapkan di Amerika Serikat, justru dapat menjadi bumerang karena menimbulkan kehati-hatian yang cenderung menuju ke arah ketakutan bagi pengusaha software lokal. Hal ini akan menghambat produktivitas mereka.

Solusi yang direkomendasikan BSA untuk menghadapi pembajakan software di negara berkembang adalah dengan peningkatan kesadaran dan melakukan edukasi bagi pengguna komputer. Dengan berkurangnya tingkat pembajakan sebesar 10 % di negara Asia Pasifik, menurut sebuah survei oleh BSA dan IDC, akan membawa uang sebesar 41 milliar dollar Amerika ke pasar Asia Pasifik, dan mengurangi sejumlah 350.000 pengangguran.

Sumber: DailySocial.net